Inilah Tentang Pilkada Menurut Ketua DPC Partai Demokrat Banyuwangi

KABAROPOSISI.NET | BANYUWANGI – 

Oleh : Michael Edy Hariyanto, SH
           Ketua DPC Demokrat

Pilbup 2020 Banyuwangi ini pemilu paling buruk dibanding sebelumnya (Pileg, Pilpres, Pilkada) dalam sejarah pemilu-pemilu di Banyuwangi.

Potensi yang berindikasi adanya mobilisasi kecurangan berlangsung lama sejak masa sosialisasi (Bakal calon), masa kampanye (Pasangan calon), masa hari tenang hingga masa coblosan dan semakin lama semakin terbukti nyata dan terang benderang faktual.

Menghalalkan segala cara makin mencolok terlihat di masa hari tenang (3 hari) sebagai akibat penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oknum birokrasi dan oknum penyelenggara yang tidak netral. Banyak ASN terlibat, oknum Kepala Desa, oknum Camat yang digerakkan supaya menguntungkan Paslon tertentu dan merugikan Paslon yang lain.

Patut diduga netralitas oknum petugas KPPS hingga oknum PPK dan oknum KPU meragukan, juga integritasnya dengan beragam kasus yang sporadis dan terorganisir. Sehingga karenanya mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih yang hanya mencapai 60 – 62 persen. Dan Pilkada kali ini tingkat partisipasi masyarakat pemilih terendah sejak masa reformasi yang sebelumnya bisa dikisaran 70 persen.

Netralitas birokrasi melukai dan merusak kualitas penyelenggaraan Pilbub. Sudah jelas di UU No. 10/2016 tentang Pilkada, Pasal : 71 ayat (1) mengatur ” Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”. Berikut dipertegas di Ayat (3) mengatur, “Gubernur atau wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih”.

Indikasi potensi kecurangan pidana pemilu ini mengarah pada pelanggaran yang bersifat Terstruktur Sistimatis dan Massif. Bawaslu Banyuwangi dan Bawaslu Jawa Timur harus memiliki keberanian untuk mendiskualifikasi Paslon yang secara bukti faktual adanya money politics. Jangan sampai pada Pilkada Banyuwangi kali ini mengundang pertanyaan besar bagi rakyat Banyuwangi, “benarkah Bawaslu bersungguh-sungguh akan menegakkan aturan-aturan tersebut ?”.

Kami sebagai Pimpinan Partai sangat berkepentingan untuk “memberikan pendidikan politik seluas-luasnya kepada masyarakat Banyuwangi”, dan “berkewajiban pula memastikan hak konstitusional warga negara” dalam sebuah pelaksanaan pesta demokrasi berupa Pemilu Kada yang jurdil (fairness), bebas dan independen.

Tidakkah kita menginginkan pemimpin di Banyuwangi yang lahir dari sebuah proses demokrasi yang benar-benar bersih..?, jurdil…? amanah..?. Sehingga lahirlah siapapun pemenangnya adalah “kemenangan yang bermartabat”, yang kalahpun “kalah terhormat” tidak menyisakan masalah dan dapat diterima hasil oleh rakyat dengan ikhlas .

Kami memonitor hampir ada sekira 20 sampai 24 mata acara kegiatan oknum pejabat penting Kabupaten Banyuwangi. Yang mengumpulkan beragam segmentasi pemilih dengan bermacam dalih alasan termasuk indikasi politisasi bansos, dll. Sangat kentara sekali semuanya, karena sebelum-sebelumnya tidak se padat itu agenda-agendanya. Mengumpulkan secara fisik dengan serentak dan saat yang bersamaan saja sudah merupakan pelanggaran Prokes Covid 19.

Kami monitor juga bahwa sejak tanggal 9 Desember 2020 hari-H coblosan, pelaporan-pelaporan sudah masuk ke Bawaslu Banyuwangi terkait adanya sejumlah dugaan kecurangan dan pelanggaran. Kami hanya berharap bahwa Pemilu/Pilkada Banyuwangi kali ini sebagai pembelajaran politik yang baik dan berharga sebagai warisan kepada anak cucu kita. (red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *